Senin, 17 Nov 2025
Reverse Mentoring dapat dipahami sebagai kebalikan dari mentoring tradisional. Jika biasanya senior membimbing junior, di sini peran dibalik. Anak muda membagikan wawasan tentang teknologi digital, tren sosial, media baru, hingga pola pikir generasi yang lebih muda.
Konsep ini pertama kali dipopulerkan oleh Jack Welch, CEO General Electric pada 1999. Saat itu, ia menyadari bahwa eksekutif senior perusahaan perlu belajar langsung dari karyawan muda mengenai internet dan tren digital yang berkembang pesat. Inisiatif tersebut kemudian terbukti efektif: General Electric lebih cepat beradaptasi dengan teknologi baru dibanding kompetitor.
Sejak itu, program serupa diadopsi oleh berbagai perusahaan global seperti IBM, Cisco, dan Accenture. Bahkan kini, banyak organisasi di Asia, termasuk Indonesia, mulai menerapkan mentoring terbalik sebagai bagian dari strategi transformasi digital.
Di kutip dari artikel Togetherplatform.com, Mentoring terbalik bukanlah konsep baru, tetapi belakangan ini semakin mendapat perhatian seiring upaya berbagai organisasi untuk mendorong kolaborasi dan pemahaman di antara tenaga kerja multigenerasi.
Ada sejumlah alasan mengapa program ini makin populer. Bagi perusahaan, Reverse Mentoring bukan hanya soal “anak muda mengajari orang tua tentang teknologi”. Lebih dari itu, manfaatnya jauh lebih luas:
Tentu saja, penerapan program ini tidak selalu berjalan mulus. Beberapa hambatan yang kerap muncul antara lain:
Mengatasi tantangan ini membutuhkan kepemimpinan yang terbuka serta sistem pendukung yang jelas.
Agar program berjalan efektif, perusahaan perlu menyiapkan struktur yang jelas:
Kekuatan utama dari Reverse Mentoring adalah membuktikan bahwa belajar tidak mengenal usia. Generasi muda dapat berbagi wawasan tentang tren masa kini, sementara senior tetap berperan penting dalam memberikan pengalaman dan kebijaksanaan.
Ke depan, program ini tidak hanya relevan untuk perusahaan besar, tetapi juga UKM, komunitas profesional, hingga institusi pendidikan. Dengan mengadopsi pola mentoring dua arah, organisasi dapat lebih cepat beradaptasi terhadap perubahan teknologi dan sosial yang terus bergerak.
Reverse Mentoring bukanlah sekadar metode pelatihan, melainkan strategi transformasi. Dengan memadukan semangat muda dan pengalaman senior, organisasi bisa menciptakan sinergi yang kuat untuk berinovasi.
Anak muda memberikan perspektif segar yang dibutuhkan untuk tetap relevan, sementara senior tetap menjadi sumber nilai, etos kerja, dan kepemimpinan. Perusahaan yang mampu mengelola kolaborasi lintas generasi ini akan lebih siap menghadapi tantangan masa depan yang penuh ketidakpastian.
Mari terapkan konsep Reverse Mentoring untuk membangun organisasi yang adaptif dan inovatif!
https://blog.exporthub.id/reverse-mentoring-saat-anak-muda-jadi-mentor-untuk-senior/
Saat ini tidak ada artikel terkait yang tersedia. Kami akan segera memperbarui artikel-artikel menarik lainnya untuk Anda.